Sepulang dari kuliah, saat masuk ke rumah saya melihat ada balon berwarna merah jambu tergeletak begitu saja. Balon itu, balon seharga dua ribu rupiah yang bila dipencet bagian tangkainya akan berbunyi, toet-toet.
Saat saya bertanya tentang balon itu, simbok menjawab dengan sebuah cerita. Kurang lebih intinya, bahwa tadi saat maen di rumah tetangga, telah terjadi perebutan balon antara Syifa dan kedua teman sebayanya, yaitu Bagas dan Veni. Akhirnya simbok berinisiatif membelikan balon untuk Syifa. Tentu saja saya merasa tidak senang. Bukan karena harus mengganti uang sebesar dua ribu rupiah kepada simbok. Masalahnya, saya tidak ingin Syifa menjadi manja. Loh, apa hubungannya? Let’s see.
Pertama, terjadi perebutan balon.
Saya tidak tahu persis kejadiannya, tapi bisa digambarkan adegan perebutan balon ala anak kecil. Pasti ada mimik-mimik muka yang mrengut (cemberut), tangan-tangan yang ingin mengambil balon, lalu salah satu anak yang tidak mendapat balon akan menangis, merengek, dan karena penjualnya masih ada di situ, pasti tangan anak yang ngga kebagian balon itu spontan menunjuk ke arah situ. Ini mengindikasikan bahwa si kecil bilang, “Aku ingin balon.”
Ke dua, balon dibeli karena si kecil nangis.
Continue reading “Syifa dan Balon Toet-Toet” →